LAPORAN PERJALANAN PAKET WISATA

Perjalanan Panjang Menuju Pantai Indah, Biara St Catherine dan Jerrusalem

Biara St Catherine merupakan situs warisan dunia yang dilindungi oleh Nabi Mihammad SAW

Pada 7-19 Febuari 2019, Wartawan Senior  Nur Hidayat melakukan perjalanan wisata bersama keluarga besarnya mengikuti  tour wisata religi ke Mesir, Palestina, Israel, Jordan, Oman. Berikut tulisan ke tujuh

ST CATHERINE, Mesir, bisniswisata.co.id: Kemarin pagi, rombongan meninggalkan Hotel Sheraton menuju pantai di Sharm el Sheikh. Di sepanjang pantai ini banyak terdapat hotel-hotel ternama dengan fasilitas kelas satu, seperti Hilton, Marriot, Novotel, Four Seasons, Royal Savoy.

Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak tinggal di vila miliknya di sini, dijaga ketat oleh para pengawalnya. Dia banyak menghabiskan sisa umurnya di vilanya, sesudah memerintah Mesir selama 30 tahun, tulis The Guardian.Com.

Kami memasuki kawasan pantai melalui resor Eden Zibisa dan segera naik perahu yang dasarnya kaca. Tak lama habis buang sauh, dari balik kaca terlihat berbagai macam terumbu karang dan ikan hias warna warni (biru, ungu, hitam, hijau, merah, kuning).

Karang disitu adalah bagian dari terumbu karang terbesar no. 2 di dunia sepanjang 1.900 km, 200 jenis karang keras dan lunak: cuplikan kecil ciptaan Sang Maha Pencipta.

Sebelumnya, setelah turun dari Gunung Tursina, rombongan kami menuju Hotel Holy Valley, hotel terbaik di “kota” St. Chaterine, kota biara dengan penduduk hanya berjumlah sekitar ratusan orang dan terdapat bandara yang cukup bagus di Semenanjung Sinai ini.

Letaknya di mulut tebing yang terletak di kaki gunung St Catherina (Santa Katarina) yang dianggap sebagai gunung Sinai menurut catatan Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.

Biara Gereja Ortodoks Timur ini merupakan situs warisan dunia. Dibangun antara tahun 548 dan 565. Unesco melaporkan bahwa biara ini merupakan salah satu biara Kristen tertua yang juga menyimpan sebuah salinan “Surat Jaminan Muhammad” (Achtiname of Muhammad), dimana Nabi Muhammad SAW menyatakan perlindungannya atas biara ini.

Actiname Muhammad memuat poin-poin mengenai perlindungan orang-orang Kristen yang hidup dalam kekuasaan Islam, sebagaimana para peziarah dalam perjalanan ke biara-biara, kebebasan beragama, kebebasan bepergian dan kebebasan menentukan para hakim dan memelihara hak milik mereka, bebas dari wajib militer dan pajak serta hak untuk dilindungi dalam peperangan.

Kedinginan

Malam itu tidur saya terganggu akibat kamar saya tanpa pemanas (heater), padahal suhunya super dingin. Tempat tidur rendah, sama dengan tempat tidur beroda yang “dimasukkan” di kolong tempat tidur di atasnya.

Kayu tengah yang menyangga kasur patah, sehingga kasur melesak, membentuk huruf V. Bayangkan, semalaman saya tidur meringkuk, kedinginan. Seumur-umur, baru sekali ini saya tidur seperti itu, lengkap dengan kaos, vest, sweater tebal, syal, sarung tangan, kaos kaki dobel plus selimut.

Saking dinginnya, isteri saya menggigil, tidak mampu shalat berdiri. Terpaksa shalat duduk di atas kasur yang anyep. Lubang angin besar di kamar mandi ditutup karton, pengganti kaca yang pecah. Walah….

Tidak cuma saya berdua yang bernasib “malang”. Beberapa teman juga sependeritaan. Turun “derajat”, dari Hotel Sheraton bintang lima ke Holy Valley, hotel top di kota sepi  terpencil itu. Paginya, saya melihat kamar tidur di bagian lain dan mereka lebih beruntung.

Tempat tidur normal, ada heaternya sehingga hangat, nyaman. Ada teko pemanas air untuk bikin kopi atau menyeduh popmie. Kamar tidur standard itu serasa suite room.

Kawasan pantai resor Eden Zibisa, naik perahu yang dasarnya kaca untuk melihat berbagai macam terumbu karang dan ikan hias

St. Chaterine lebih tepat disebut desa. El Miga di pusat desa itu dahulu merupakan tempat pertemuan suku-suku nomaden, yang rutin berpindah tempat. Jalan beraspal baru dibangun pada dekade 1980-an. Hanya orang Bedouin dan para biarawan yang tinggal di tempat terpencil itu.

Tempat itu istimewa lantaran adanya kompleks Biara St. Chaterine. Biara kuno itu dibangun oleh Kaisar Bizantium, Justinianus, pada abad ke 6.  Biara Kristen tertua itu, ditetapkan Unesco sebagai Warisan Dunia, hingga kini masih berdiri kokoh, dikelilingi tembok batu cukup tinggi. Halamannya ditumbuhi pohon zaitun tua. Ada menara dan mushalla kecil di dalam kompleks.

Gedung-gedung di kompleks tersebut menyimpan koleksi naskah kuno dan ikon-ikon Kristen yang luar biasa. Sayangnya, saya dan seluruh anggota rombongan justru tidak beruntung. Kami tidak jadi mampir apalagi memasuki, menyentuh dan merasakan segala keistimewaannya. Padahal, kunjungan ke situ tertulis jelas dalam jadwal.

Dengar-dengar, penghilangan jadwal kunjungan secara paksa ke tempat bernilai historis itu karena mengejar jam bukanya pos perbatasan Mesir-Israel. Hari ini kami memang akan menuju Jerusalem, Israel. Kami melewati perbatasan dua negara di Taba. Perjalanan sekitar tiga jam itu ditempuh melalui highway yang mulus. Kiri kanan jalan adalah padang pasir dan bukit batu.

Batal berkunjung ke biara kuno itu membawa kekecewaan juga karena seharusnya kami juga melihat burning bush (semak yang terbakar) yang kisahnya adalah  saat Allah Ta’ala menunjukkan diri-Nya dalam bentuk salah satu sifat-Nya sebagai An Nuur kepada Musa. Di situ terjadi dialog Allah SWT dengan Musa.

Kisah itu disebutkan di dalam al Qur’an, Surat Thaha, ayat 9-16. Antara lain: Ketika dia (Musa) melihat api, lalu dia berkata kepada keluarganya, “Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit nyala api kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu.”

Maka ketika dia mendatanginya, dia dipanggil, “Wahai Musa..! Sungguh Aku adalah Tuhan-mu, maka lepaskan kedua terompahmu. Karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, Tuwa. Dan Aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakan shalat untuk mengingat Aku.”

Kala itu, Musa sangat merindukan Mesir. Dia ingin mengunjunginya secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan  Firaun dan kaumnya. Dia lalu pergi bersama keluarga dan kambing-kambingnya. Saat malam hari, hujan, gelap gulita, Musa singgah di satu tempat. Dia mencoba menyalakan kayu bakar, tak sekali pun berhasil. Lalu dilihatnyalah api, mendekat ke sana meninggalkan keluarganya.

Lukisan patung anak sapi Samiri dan kaum Bani Israel yang menyembahnya.

Menuju Jerussalem

Perjalanan ke perbatasan dilanjutkan dan kami sempat berhenti sejenak di pinggir jalan, melihat dari dalam bus lokasi tempat patung anak sapi Samiri. Posisinya di punggung bukit batu, sekitar 250 meter dari pinggir jalan.

Patung emas anak sapi itu disembah oleh pengikut Musa yang ingkar. Firman Allah SWT, “Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.” (QS Thaha: 85).

Dulu Samiri sering bergaul dengan kaum penyembah patung anak sapi. Dia ikut bersama Musa dan pengikutnya ke wilayah Gunung Tursina. Saat melewati kaum penyembah patung anak sapi, pengikut Musa lalu meminta. “Hai Musa, buatlah untuk kami patung sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan.” (QS al- A’raf: 138).

Segala perhiasan emas mereka dilebur, ditambah dengan segenggam tanah bekas pijakan malaikat Jibril, maka terbentuklah patung anak sapi emas (atas kekuasaan Allah SWT).

Kami makan siang di tengah perjalanan di satu restoran. Makan prasmanan itu yang banyak diminati rombongan tour adalah nasi gurih, kekuningan, seperti nasi briani. Kami juga mentempatkan sembahyang di situ.

Kembali ke bus, selama di dalam bus, guide sering mengingatkan larangan memotret dan membuat video setiap kali berhenti di check point atau melihat polisi dan tentara, Mesir maupun Israel.

Diingatkan pula setiap orang harus membawa kopornya sendiri dari pos perbatasan Mesir menuju pos perbatasan Israel, sejauh 200 m. Pemeriksaan petugas Mesir di perbatasan berjalan lancar. Orang-orang membawa sendiri kopor besarnya.

Ada yang dibantu porter dengan ongkos 5 dollar per orang menuju pos perbatasan Israel. Di sini pemeriksaan relatif lancar. “Tunggu di sini,” kata petugas di bagian kontrol paspor. Petugas lainnya berkaos polo putih menyandang senapan mesin Uzi.

Begitu keluar dari pos perbatasan kami langsung berganti bus, ,pemandangan juga tampak menghijau. Melewati Eiliat, kota Israel paling selatan, lebih dari 300 km jauhnya dari Jerusalem. Selama perjalanan banyak anggota rombongan tour yang tertidur di bus.

Empat jam kemudian, kami tiba di Holy Land Hotel, Jerusalem. Perjalanan yang melelahkan namun tetap semangat karena besok banyak pengalaman baru yang akan kami lalui bersama.

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)