JAKARTA, bisniswisata.co.id: Virus corona yang mewabah di China dan meluas ke beberapa negara turut mempengaruhi kinerja berbagai sektor industri, termasuk sektor perhotelan. Di Indonesia, imbas mewabahnya virus tersebut ikut membawa kerugian, salah satunya PT Hotel Indonesia Natour (Persero) yang menjalankan bisnis hotel di Bali.
Bisnis hotel yang dijalankan perusahaan berpelat merah itu turut terdampak mengingat banyaknya turis Bali yang berasal dari China membatalkan kunjungan wisata ke Pulau Dewata.
Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour (HIN) Iswandi Said mengatakan mewabahnya virus corona membuat sejumlah pesanan dari wisatawan asal China dibatalkan. Terlebih karena penerbangan dari dan menuju Wuhan yang masih dihentikan.
“Untuk yang sudah ada di hotel tidak melakukan pembatalan, tetapi untuk yang booking ke depan banyak yang membatalkan,” ungkapnya di sela-sela acara Ngobrol Pagi BUMN di Jakarta, Kamis (30/01/2020).
Dilanjutkan, seluruh jaringan hotelnya di Bali sudah ada pembatalan sebanyak 109 kamar dengan rata-rata harga Rp1 juta per malam. “Harapannya tidak berdampak ke wisman Eropa atau Australia,” imbuhnya.
Sebagai upaya pencegahan, HIN melakukan langkah dengan menyediakan tim bantuan (help desk) agar para tamu bisa mendapatkan informasi jika memiliki keluhan sakit. Selain itu, hotel juga menyediakan masker gratis untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi tamu lainnya.
“Kita tidak bisa garansi tamu kita tidak ada yang kena, tetapi yang jelas kalau masuk Bali pasti sudah dicek di bandara, jadi harapannya sudah aman. Di hotel juga sudah ada klinik dan dokter yang siaga,” ungkapnya.
Dalam laporannya, PT Hotel Indonesia Natour (Persero) tahun 2019 telah mencatatkan laba Rp50,8 miliar, setelah mengalami masa terpuruk pada tahun 2015 mengalami kerugian hingga ratusan miliar. Tahun 2015 perseroan sektor perhotelan dan hospitality itu memang sempat mengalami kerugian Rp113,5 miliar, dan tahun 2016 masih terus merugi sebesar Rp92,2 miliar.
“Alhamdulillah 2017, dari rugi Rp92,2 miliar kita berhasil menutup tidak jadi BUMN merugi lagi walaupun hanya mencatat lana Rp9 juta,” ungkapnya dilansir laman Tempo.
Setelah berhasil mencatatkan laba walaupun hanya Rp 9 juta, Iswandi mengatakan itu merupakan langkah baik agar membuat perseoran lebih semangat untuk mencatatkan laba yang besar.
Karena pada tahun 2018 meningkat, PT HIN menunjukan grafik peningkatan yang sangat signifikan hingga mencatatkan laba sampai Rp17,4 miliar. “Dan tahun 2019 masih unaudited Insya Allah kita bisa menutup kinerja laba bersih dari PT HIN Rp 50,8 miliar,” katanya.
Iswandi menjelaskan, perubahan signifikan perseroan dalam mendapatkan keuntungan itu dapat diindikasikan dari peningkatan jumlah tamu yang datang, dan terus alami peningkatan di setiap tahunnya.
Awalnya paada tahun 2016 jumlah tamu hanya mencapai sebesar 418.468, dan kemudian tumbuh di tahun 2017 menjadi 459.857 tamu. Kemudian di tahun 2018 jumlah tamu kembali bertambah menjadi 492.344 tamu, dan kembali melonjak di tahun 2019 menjadi 500.831 tamu.
Selain itu, dari sisi jumlah kamar terjual, Iswandi menuturkan pada 2019 telah terjadi peningkatan menjadi 591.916 unit kamar, dibanding tahun 2018 yang hanya sebesar 585.802 unit kamar.
Dilanjutkan, tingkat hunian (occupancy rate) juga mengalami sejumlah dinamika dan peningkatan, dari tahun 2016 sebesar 68,4 persen, tahun 2017 meningkat 75,5 persen, tahun 2018 menjadi 69,4 persen, dan tahun 2019 agak menurun menjadi 68,9 persen.
“Dengan berbagai peningkatan yang berhasil dicapai itu, kami berhasil meningkatkan pendapatan usaha perusahaan dari Rp698,7 miliar pada tahun 2018, menjadi sebesar Rp726,4 miliar (unaudited) pada tahun 2019 kemarin,” ujarnya. (*)