HALAL INTERNATIONAL

BPJPH Indonesia Mengamanatkan Pencantuman Label Non-Halal pada Produk

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Dalam sebuah langkah baru-baru ini yang menunjukkan komitmen terhadap hak-hak konsumen dan kepatuhan beragama, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Indonesia telah mengambil langkah maju yang signifikan.

Dengan kebijakan yang tegas, BPJPH kini mewajibkan semua produk yang terbuat dari bahan tidak halal secara jelas mencantumkan informasi tidak halal pada kemasannya.  

seperti dilansir Antara, perkembangan ini dalam  menggarisbawahi dedikasi Indonesia dalam memastikan transparansi dan kemudahan dalam mengidentifikasi produk halal.

Bayangkan berjalan-jalan di lorong supermarket, mata Anda mengamati rak-rak yang dipenuhi berbagai produk.  Bagi banyak orang, memastikan bahwa makanan memenuhi standar halal bukan hanya sebuah pilihan tetapi sebuah kebutuhan yang berakar pada keyakinan agama yang mendalam. 

Kini, berkat peraturan terbaru BPJPH, konsumen dapat menavigasi pilihan tersebut dengan mudah, seperti memiliki panduan yang berpengetahuan luas, menunjukkan jalur mana yang harus diikuti dan mana yang harus dihindari.

 Inti dari Regulasi

Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham menjelaskan, inti dari aturan Jaminan Produk Halal ( JPH) adalah melindungi konsumen dan memudahkan akses mereka terhadap informasi yang jelas mengenai produk halal dan non-halal.  

Langkah ini bukan hanya tentang mematuhi norma-norma agama tetapi juga tentang memberdayakan konsumen dengan pengetahuan, memungkinkan mereka mengambil keputusan berdasarkan informasi yang selaras dengan nilai-nilai dan batasan pola makan mereka.

Dengan ditetapkannya pemerintah pada 18 Oktober 2024 sebagai batas waktu, maka kewajiban sertifikasi halal resmi berlaku.  Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua produk termasuk dalam mandat ini.  

Secara khusus, barang-barang yang secara inheren non-halal, seperti minuman keras atau makanan berbahan dasar daging babi, dikecualikan dari persyaratan sertifikasi halal.  

Namun yang menjadi kendala adalah produk-produk yang dikecualikan tersebut harus tetap menyatakan status non-halalnya secara jelas, misalnya melalui gambar atau teks pada kemasannya yang menunjukkan bahan-bahan non-halal.

 Menjembatani Kesenjangan dengan Transparansi

Peraturan ini bukan sekadar hambatan birokrasi, melainkan jembatan yang menghubungkan beragamnya kebutuhan masyarakat majemuk.  Misalnya saja produk yang mengandung daging babi.  

Berdasarkan mandat baru, barang tersebut sekarang harus memiliki tulisan atau gambar, mungkin gambar babi, yang dengan jelas menunjukkan status non-halalnya. 

Isyarat visual ini bertindak seperti mercusuar, membimbing konsumen dengan aman menuju atau menjauhi produk berdasarkan hukum dan keyakinan pola makan pribadi mereka.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, Pasal 92, kebijakan BPJPH ini mempertegas keharusan bagi pelaku usaha untuk mencantumkan informasi “ilegal” pada produk yang berasal dari bahan terlarang.  

Transparansi ini tidak terbatas pada kemasan namun meluas ke bagian-bagian tertentu dari produk dan/atau tempat-tempat tertentu pada produk, memastikan bahwa status non-halal dikomunikasikan dengan jelas.

 Melihat Lebih Dekat Dampak Konsumen

Bagi konsumen sehari-hari, peraturan ini berarti memasuki toko dengan keyakinan bahwa produk yang mereka pilih sesuai dengan peraturan pola makan mereka.  Ini mirip dengan memiliki rambu yang jelas dan tidak ambigu di persimpangan perdagangan yang sering kali membingungkan.

Kebijakan ini tidak hanya menghormati ketaatan beragama tetapi juga memenuhi etos hak konsumen yang lebih luas—di mana kejelasan, kejujuran, dan rasa hormat menjadi landasan setiap transaksi.

Ketika Indonesia melangkah ke masa depan di mana sertifikasi halal menjadi sebuah norma, pengecualian dan pelabelan produk non-halal merupakan bukti pendekatan inklusif dalam tata kelola negara ini.  

Dengan mengakui keberagaman masyarakat dan kebutuhan mereka, Indonesia menetapkan tolok ukur bagaimana negara-negara dapat menavigasi interaksi kompleks antara tradisi, agama, dan perdagangan.

Mandat BPJPH terhadap pencantuman label tidak halal pada produk merupakan langkah pionir untuk memastikan tegaknya nilai-nilai transparansi, rasa hormat, dan perlindungan konsumen di pasar.  

Saat kita mendekati tenggat waktu pada bulan Oktober 2024, jelas bahwa kebijakan ini lebih dari sekedar persyaratan peraturan;  Hal ini merupakan cerminan dari komitmen Indonesia untuk membina masyarakat di mana pilihan-pilihan, terutama yang bersifat pribadi seperti makanan, diinformasikan, dihormati, dan dihargai.

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)