MADINAH, bisniswisata.co.id: Masjid Raya Padang Sumatera Barat, dan enam masjid unik dari enam negara lain menerima penghargaan internasional Abdulllatif Al Fozan Award for Mosque Architecture dari Arab Saudi.
Abdullatif Al Fozan Award for Mosque Architecture merupakan organisasi non-profit yang didirikan 2011 dengan fokus utama menyoroti karya arsitektur bangunan masjid di seluruh dunia.
Organisasi ini mengkaji ide-ide baru bidang desain masjid di seluruh dunia dan mendorong inovasi dalam perencanaan, desain dan teknologi yang dapat membentuk identitas arsitektur masjid di abad ke-21.
Untuk Indonesia, penghargaan tersebut diberikan kepada Rizal Muslimin sebagai principal architect , team arsitek PT Urbane dan PT Penta Rekayasa sebagai penyusun DED. Penghargaan diserahkan kepada Konsul Jenderal RI Jeddah, Eko Hartono, dalam upacara Closing Ceremony of the 3rd Cycle of the Award Rabu malam, 15 Desember 2021, di Al Salam Hall, Islamic University, Madinah, Arab Saudi.
Diserahkan langsung oleh Gubernur Madinah Al-Munawarah, Pangeran Faisal bin Salman bin Abdulaziz dan Pangeran Sultan bin Salman bin Abdulaziz selaku Ketua Majelis Wali Amanah Abdulllatif Al Fozan Award for Mosque Architecture.
Selain Indonesia, terdapat enam negara lain yang dinilai memiliki masjid dengan arsitektur terbaik berdasarkan penilaian tim ahli selama tiga tahun (2017-2020), yaitu Arab Saudi, Mesir, Mali, Turkey, Lebanon dan Bangladesh.
Tidak Identik dengan Kubah
Dalam catatan Wikipedia.org, Masjid Raya Sumatra Barat menampilkan arsitektur modern yang tak identik dengan kubah. Menurut sejarawan UIN Imam Bonjol Padang Sudarman, masjid ini sangat mengakomodasi arsitektur lokal, terutama gonjong dan ragam hias rumah gadang.
Bentuk atap masjid terinspirasi dari bentangan kain sorban Nabi Muhammad yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad. Ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah berselisih pendapat mengenai siapa yang berhak memindahkan batu Hajar Aswad ke tempat semula setelah renovasi Ka’bah. Nabi Muhammad memutuskan meletakkan batu Hajar Aswad di atas selembar kain sehingga dapat diusung bersama oleh perwakilan dari setiap kabilah dengan memegang masing-masing sudut kain.
Bangunan utama Masjid Raya Sumatra Barat memiliki denah dasar seluas 4.430 meter persegi. Konstruksi bangunan dirancang menyikapi kondisi geografis Sumatra Barat yang beberapa kali diguncang gempa berkekuatan besar. Masjid ini ditopang oleh 631 tiang pancang dengan fondasi poer berdiameter 1,7 meter pada kedalaman 7,7 meter. Dengan kondisi topografi yang masih dalam keadaan rawa, kedalaman setiap fondasi tidak dipatok karena menyesuaikan titik jenuh tanah.
Ruang utama yang dipergunakan sebagai tempat salat terletak di lantai atas berupa ruang lepas. Lantai atas dengan elevasi tujuh meter terhubung ke permukaan jalan melalui ramp, teras terbuka yang melandai ke jalan. Dengan luas 4.430 meter persegi, lantai atas diperkirakan dapat menampung 5.000–6.000 jemaah. Adapun lantai dua berupa mezanin berbentuk leter U memiliki luas 1.832 meter persegi.
Konstruksi rangka atap menggunakan pipa baja. Gaya vertikal beban atap didistribusikan oleh empat kolom beton miring setinggi 47 meter dan dua kolom busur bersilang yang mempertemukan kolom beton miring secara diagonal. Setiap kolom miring ditancapkan ke dalam tanah dengan kedalaman 21 meter, memiliki fondasi tiang bor sebanyak 24 titik dengan diameter 80 centimeter. Pekerjaan kolom miring melewati 13 tahap pengecoran selama 108 hari dengan memperhatikan titik koordinat yang tepat.
Untuk mendapat rancang bangun Masjid Raya Sumatra Barat ini — dari catatan Wikipedia– Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menggelar sayembara, yang diikuti 323 peserta dari berbagai negara. Sebanyak 71 desain masuk dan selanjutnya diseleksi oleh dewan juri yang di antaranya terdiri dari sastrawan Wisran Hadi, arsitek Eko Alvares, dan ulama Syamsul Bahri Khatib.
Pemenang utama sayembara diumumkan pada September 2006 dan mendapatkan hadiah Rp150 juta dari total hadiah Rp300 juta. Hasil sayembara dimenangkan oleh tim yang diketuai arsitek Rizal Muslimin beranggotakan Muh. Yuliansyah, Ropik Adnan, dan Irvan P. Darwis. Rancangannya berupa bangunan persegi yang alih-alih berkubah tapi justru membentuk gonjong.
Rizal adalah arsitek dari kantor konsultan arsitektur Urbane yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Desain hasil rancangannya terinspirasi dari bentuk gonjong rumah gadang dengan penyesuaian kebutuhan geometri ruang ibadah yang berdenah bujur sangkar. Secara personal, ia telah lama mengeksplorasi elemen-elemen arsitektur Minangkabau.
“Kenapa saya bisa menghasilkan bentuk masjid yang bisa diterima banyak orang, karena saya sudah sejak lama suka pada arsitektur rumah gadang, tidak bisa dibikin-bikin. Dari hal yang disukai, akan muncul hal- hal yang baik, …jadi elemen-elemen yang muncul dalam desain merupakan hal-hal yang sudah lama saya apresiasi.”. *