Lanskap Gunung Tursina di siang hari, bukit- batu kecoklatan.( foto-foto : Nur Hidayat)
Pada 7-19 Febuari 2019, Wartawan Senior Nur Hidayat melakukan perjalanan wisata bersama keluarga besarnya mengikuti tour wisata religi ke Mesir, Palestina, Israel, Jordan, Oman. Berikut tulisan ke enam
MESIR, bisniswisata.co.id: Setelah berhasil keluar dari Mesir dan selamat dari kejaran Firaun dan pasukannya, Nabi Musa AS bersama pengikutnya Bani Israel menuju Gunung Tursina, 2.285 m dpl. Di puncak gunung itu Nabi Musa dijanjikan akan mendapat Taurat, 10 Perintah Tuhan atau ten commandements. Syaratnya, beliau harus berpuasa 30 hari.
Napak tilas jejak Musa AS itulah tujuan kami pada 11 Februari 2019. Menjelang maghrib, sesudah shalat Dhuhur dan Ashar dijamak di tempat seadanya, di kaki gunung, kami berangkat naik unta.
Bukit Tursina adalah bukit yang namanya disebut berkali-kali dalam kitab ketuhanan: Injil, Taurat, juga Alquran. Bukit ini juga dikenal dengan nama Sinai, Jabal Tur, Jabal Musa, atau Gunung Horeb yang berarti gunungnya Nabi Musa. Letaknya di dekat gereja Saint Catherine di Semenanjung Sinai, Mesir.
Suhu sangat dingin, sekitar 5 derajat C. Karena itu, semua berpakaian lengkap. Saya memakai long john, T-shirt, baju, vest, jaket, kaus tangan dan topi. Kaus kaki dobel dan membeli senter kecil seharga satu dollar AS.
Untuk naik unta ke atas gunung harus bayar 30 dollar, lk Rp 520.000/orang. Turunnya 25 dollar. “Jangan takut jatuh. Unta itu sudah hapal jalannya,” kata guide.
Tak ada pelana, tanpa sandaran kaki. Hanya ada kayu, di depan dan belakang tubuh, untuk pegangan. Rombongan unta mulai berjalan di kegelapan malam; diterangi sinar bulan. Suasana sungguh hening, seolah kita hanya mendengar tarikan nafas dan suara pijakan kaki unta.
Lebar jalur pendakian hanya 2 m, kadang menyempit, tidak rata, berpasir dan batu. Kanan tebing, kiri jurang. Ngerinya, unta selalu berjalan di sisi kiri di tengah kegelapan malam. Wajar jika hati mulai was-was.
Apa jadinya kalau kita terpelanting ke kiri.? Setelah berjalan beberapa lama, seorang ibu terjatuh. Memang bukan ke jurang tapi terap saja beberapa bagian tubuhnya memar. Meski tidak ada tulang yang patah, jalan jadi ter-tatih-tatih menahan sakit. Ibu ini harus naik kursi dorong untuk mengikuti program selanjutnya.
Sebagian peserta mengaku takut meski tukang untanya mengikuti dari belakang, bukan di samping, mengendalikan 2 atau 3 unta sendirian. Pendakian selama 1,5 jam hingga tiba di pos 2 terasa lama sekali dan menegangkan karena sepanjang perjalanan ‘sport’ jantung.
Barulah sesudah turun dan masuk ke warung, kita bisa bernapas lega. “Mari minum-minum menghangatkan tubuh. Tentu saja semua ada harganya. Minum.. kopi panas bayar 2 dollar, coklat panas 2 dollar.. popmie 3 dollar, ” ujar pemilik warung, orang Bedouin.
Setelah istirahat dan berunding, orang-orang sepakat tidak melanjutkan perjalanan ke puncak: karena gelap, sangat dingin dan harus menaiki 750 anak tangga (lebih 2 X anák tangga di Gunung Galunggung).
Maklum, sebagian besar anggota rombongan adalah ibu-ibu dan ada yang sudah sepuh bahkan yang tak pernah naik gunung. Naik tangga segitu tinggi pasti repot dan mengkhawatirkan sehingga kami sepakat tidak melanjutkan.
Rombongan kami semua turun dengan naik unta.Rasanta tambah tidak nyaman karena tubuh terguncang dan seakan mau jatuh ke depan, didorong, dengan kepala lebih dulu alias nyungsep. Posisi pantat terangkat sehingga akhirnya nyaris semua orang turun dan memilih jalan kaki, dipegangi tukang unta, diterangi senter. Kondisi ini lebih enak karena tak takut jatuh.
Grup lain mulai naik jam 24.00-an. Mereka bisa sholat tahajud dan shubuhan di mushala kecil di puncak, menunggu munculnya matahari bersinar (sunrise).
Terbayang betapa sulit Nabi Musa puasa dan bermunajat 30 hari di lingkungan yang keras. Beliau sendirian saja mengundang berbagai pertanyaan lain di kepala. Apa saja bekal yang dibawa.? Buka puasanya makan apa.? Air minumnya dari mana.? Mandi apa tidak ya.? Apalagi puasanya ditambah 10 hari lagi. Membuat pengikutnya tak sabar, terlalu lama menanti.
Sewaktu Nabi Musa turun, didapatinya sebagian pengikutnya ingkar. Mereka menyembah patung anak sapi emas bikinan Samiri. Nabi Harun sudah melarangnya tapi mereka menjawab, “Kami akan tetap menyembah patung anak sapi itu, hingga Musa kembali kepada kami.” (QS Thaha: 91).
Padahal, dua dari 10 Perintah Tuhan adalah: 1. Aku-lah Tuhan Allah-mu, jangan ada padamu illah lain. 2. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit, di bumi dan di dalam bumi.
Kisah Musa banyak disebut dalam al Qur’an: di surat al-Baqarah, al-A’raf, Thaha, al-Qashas. Kata ustadz Ammi Nur Bait yang mendampingi kami, itu dimaksudkan agar kita merenungkan jalan hidup Nabi Musa, mengambil hikmah dari beratnya ujian yang dialaminya. Firman-Nya, “Aku akan mengujimu dengan berbagai macam ujian.” (QS Thaha: 40).
Kita juga belajar dari kaum Bani Israel yang tak pandai bersyukur, tidak sabar, ingkar, keras kepala. Bersyukurlah, ujian bagi kita agaknya jauh lebih ringan. Jangan merasa jadi orang paling nestapa di dunia.
Padahal nikmat Allah SWT kepada kita tak terhitung. “Fabiayyi alaa’i rabbi-kumaa tukadzdzibaan.” yang dalam surat Ar -Rahman diulang 31 kali itu untuk memantapkan pemahaman dan menekankan betapa pentingnya bersyukur atas nikmat-nikmat itu setelah menyadarinya bahwa ia datang dari Allah Azza wa Jalla.