KEBUMEN,bisniswisata.co.id: Mumpung kumpul keluarga, maka usai pernikahan keponakan sehari sebelumnya di Solo, Jateng, rombongan kami yang terdiri dari empat wanita senior citizen alias lansia pagi ini meneruskan perjalanan naik kereta api Bangun Kerta dari stasiun Solo Balapan menuju Kebumen.
Dua jam kemudian jam 10.45 wib kami tiba dan tak lama menunggu jemputan, setelah perjalanan singkat tiba-tiba sudah masuk ke restoran untuk menikmati soup daging sapi yang sekaligus juga menyediakan berbagai macam oleh-oleh khas Kebumen dan sekitarnya.
Sambil menunggu hidangan datang mata sibuk memilih lagi beragam olahan dari tepung singkong, abon, pisang sale, belut goreng, aneka kerupuk dan lainnya. Padahal wisata belanja sebelumnya di Pasar Gede dan Pasar Klewer, Solo sudah menjadikan jumlah tas rombongan beranak-pinak.
Selain misi khusus menengok cucu Cleora di perumahan Tamanwinangun, rombongan kecil plus dua peserta baru, kakak tercinta Hilmi Sabri dan seorang pakde siangnya menuju Pantai Menganti yang disebut-sebut keindahannya tak kalah cantik dengan pantai Karekare di New Zealand.
Pasir hitam Pantai Karekare, yang terletak sekitar 35 kilometer di sebelah timur Auckland, berasal dari batuan vulkanik yang berada jauh di pedalaman. Di dekat pantai, tiga aliran air bertemu melalui serangkaian air terjun. Hal ini menjadikan pantai Karekare tempat yang sangat indah untuk menghabiskan hari.
Pada tahun 1993, Karekare menjadi terkenal di dunia, ketika film Jane Campion yang diakui secara internasional berjudul The Piano, menjadi lokasi shooting film itu sehingga kini juga dimasukkan ke dalam peta wisata. Indonesia juga pantai cantik, tapi apakah Pemdanya pro aktif menawarkan untuk lokasi shooting film juga seperti New Zealand ?.
Jadi penasaran, apakah pantai Menganti seindah Karekare di New Zealand itu ? atau mirip-mirip pantai di Nusa Penida, Bali ?. akhirnya kami membulatkan tekad untuk meneruskan perjalanan ke Menganti hari itu juga. Rute yang diambil berangkatnya lewat Jalur jalan Lintas selatan (JJLS) obwis Suwuk- Jintung-Pasir-Argopeni-Karangduwur- Pantai Menganti.
Terletak di Desa Karangduwur, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Perjalanan kemudian diteruskan melewati Jalan Pantai Menganti. Menjelang sampai, kondisi jalan akan menanjak dan berkelok di kawasan perbukitan. Kondisi menanjak mulai terasa dari pertigaan menuju Pantai Karangbolong dan Kecamatan Ayah.
Lumayan sport jantung karena tanjakan dan turunannya bentuk tapal kuda, perlu kemahiran mengendarai roda empat. Maksudnya kalau baru pemula sebaiknya serahkan pada ahlinya karena selain melewati hutan-hutan jati juga jurang di kiri kanan jalan dengan pembatas ala kadarnya.
Menjelang tiba, dari atas ketinggian bisa terlihat jejeran puluhan kapal nelayan yang tengah bersandar ketika siang hari. Melewati pelelangan ikan tidak ada aktivitas tapi setelah itu di pantai nelayan terdapat banyak warung makan dan kamar mandi untuk pengunjung.
Letak pantai ini diapit oleh perbukitan di sekitarnya sehingga panorama bukit hijau turut menghiasi pandangan. Untuk bisa ke sana, ada tumpangan mobil pick-up atau anak-anak menyebutnya odong-odong. Bukit ini berada di Tanjung Karangbata dan sering disebut sebagai bukit Gazebo. Penyebutan itu dikarenakan ada beberapa gazebo sederhana yang dibangun di lereng bukit.
Gazebo itu bisa digunakan pengunjung untuk beristirahat sambil menikmati panorama laut yang berpadu dengan hijaunya pegunungan. Untuk bisa beristirahat di pondokan, pengunjung tidak perlu membayar. Jika ada yang kosong, maka cukup gunakan saja gazebo itu untuk beristirahat.
Akomodasi di Pantai Menganti, pilih tenda atau villa menghadap lau lepas.
Panorama yang bisa disaksikan dari Tanjung Karangbata memang begitu menawan. Duduk di atas lembutnya rumput hijau sambil menikmati suasana pantai dengan gemuruh suara ombak juga merupakan pilihan yang menyenangkan.
Bibir Pantai Karangbata penuh dengan bebatuan kecil yang dulunya berasal dari gunung api purba di kawasan Pantai Menganti. Beberapa spot foto juga sudah dibangun oleh pihak pengelola, salah satunya ada di sisi barat daya Tanjung Karangbata, yakni Jembatan Merah.
Sesuai namanya, terdapat jembatan berwarna merah yang berdiri di atas batuan karang. Pengunjung yang senang berkemah pun bisa melakukannya di kawasan perbukitan Tanjung Karangbata. Jika berkemah di sini, maka keindahan pagi juga bisa didapatkan, saat matahari muncul dengan warna langit yang spektakuker.
Legenda
Ternyata asal nama Menganti dari kata “Menanti”. Konon dulu ada panglima perang Majapahit yang melarikan diri ke pesisir selatan ini karena hubungan asmara dengan kekasihnya tidak direstui raja. Mereka berjanji untuk bertemu di tepi pantai ini. Namun setelah sekian lama panglima menanti, kekasihnya tak kunjung datang. Ia pun terus setia menanti di atas perbukitan hijau ini sambil memandang ke arah samudera.
Cerita legenda lainnya mengenai asal nama Menganti masih berkaitan dengan penantian. Kali ini kisahnya menceritakan persahabatan salah satu Wali Songo, Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dengan Syekh Subakir.
Diceritakan mereka menyebarkan Islam di Jawa secara terpisah dan berjanji bertemu di pantai ini. Penantian Sunan Gresik inilah yang juga dikaitkan dengan asal-usul nama Menganti. Sunan Gresik sampai terlebih dahulu dan ia setia menunggu sahabatnya, Syekh Subakir. Mereka pun akhirnya bertemu dan melanjutkan perjalanannya masing masing.
Semalam di Menganti
Menginap semalam di bukit pantai Menganti membuat pemandangan ke laut lepas seolah tanpa batas. Kami pilih villa Menganti berbentuk segitiga yang baru rampung dua unit, sisanya dua unit di sisi kiri vila tengah dalam pembangun.
Di balik keindahan Pantai Menganti, juga tersimpan mitos bahwa setiap pengunjung yang hendak berkunjung tidak diperbolehkan memakai baju berwarna hijau gadung. Konon, mitos ini erat kaitannya dengan Nyi Roro Kidul yang dipercaya oleh warga pantai selatan.
Untuk mengisi perut setelah melalui perjalanan panjang, ada tempat parkir kendaraan, homestay, mushala, MCK atau kamar mandi, TPI (Tempat Pelelangan Ikan), hingga villa.
Memang villa tepi laut lepas yang kami tempati ini dari segi fasilitas sudah tersedia berbagai sarana pendukung, seperti satu kamar AC dan satu kamar berkipas angin di bagian atap rumah seharga Rp 650 ribu/malam. Ada dua toilet juga setelah pintu masuk villa, teko pemanas dan kopi/teh. Namun untuk pintu yang menghadap ke laut justru tidak bisa tertutup rapat dan belum ramah anak.
Duduk di teras menikmati deburan ombak dan laut biru tampak deretan tenda dan kelompok anak-anak pecinta alam beristirahat sambil menggelar tikar dan menyanyi diiringi dua buah gitar.
Terbayang tengah malam nanti ketika cuaca berubah drastis menjadi dingin bagaimana pasokan minum dan makanan mereka ?. Setelah diamati dari atas mereka malah sudah sedia air mineral dalam galon.
Akh..naluri seorang ibu pastinya selalu memikirkan anak-anaknya terjamin makan dan minumnya meskipun mereka entah anak siapa. Saat matahari terbenam dan gelap mulai menyelimuti, salah satu anak di tenda menjalankan perintah agama, sholat magrib di luar Alhamdulilah… Terima kasih Ya Rabb, Menganti memang tempat yang tepat tadabur alam, mengagumi ciptaanMu.