NEWS

Pelaku Industri Halal Dituntut Adaptif dengan Perubahan

Indonesia mampu menjadi pusat produk halal dunia (foto: Viva)

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Sebagai negara dengan populasi Islam terbesar di dunia, industri halal Indonesia relatif belum banyak berkiprah di tingkat global. Bandingkan misalnya dengan Malaysia, Uni Emirats Arab (UEA), Singapura, Jerman, atau Australia.

Data Islamic Economy Report 2018-2019 yang dirilis Thomson Reuters menyebut ekonomi Syariah Indonesia baru menduduki peringkat 10 dunia.

Untuk urusan produk halal food, Indonesia bahkan tak masuk peringkat atau kalah dengan Australia yang menduduki peringkat 6 top 10 produsen makanan halal. Malaysia dan Uni Emirates Arab masing-masing berada di peringkat pertama dan kedua.

Indonesia unggul di industri fashion dan halal travel. Produk fashion muslim Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-2 atau setingkat lebih rendah dari UEA. Sedangkan halal travel, kita berada di urutan keempat.

Meski demikian, Indonesia diyakini mampu mengejar ketertinggalan sehingga tak mustahil dapat mewujudkan mimpi menjadi pusat produk halal terbesar di dunia.

“Saya yakin pada 2034, Indonesia akan mampu menjadi top global halal economy [player],” kata Irshad A Cader, CEO/ Managing Director – Globothink consultants yang berbasis di Australia saat berbicara dalam sebuah konferensi dan forum bisnis bertajuk “Indonesia International Halal Lifestyle”, yang diselenggarakan virtual pada 28 Oktober.

Seturut keyakinan Irshad, Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC), Sapta Nirwandar mengatakan Pandemi COVID-19 seharusnya dapat menjadi momentum penting bagi kebangkitan industri halal Indonesia. 

“[Pandemi COVID-19] menjadi starting point mengisi permintaan halal food dalam negeri bahkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Indonesia harus memiliki komitmen kuat untuk menjadi Center of Halal Producer Country pada 2034,” imbuhnya. 

Apalagi, pemerintah terus berupaya memperkuat ekosistem industri produk halal, termasuk memberi instentif kepada para palaku UMKM, misalnya menggratiskan sertifikat halal. Bergabungnya tiga bank syariah BUMN juga diharapkan dapat memperluas akses finansial bagi pelaku usaha produk halal. 

Meski demikian, kesiapan para pelaku usaha untuk beradaptasi dengan keadaan normal baru pasca COVID-19 menjadi kunci keberhasilan. 

“Setelah pandemi, dunia akan menghadapi lingkungan normal baru,” kata Irshad.

Perusahaan yang cepat beradaptasi termasuk bertransformasi selekasnya ke era digital, akan meraih sukses. Perilaku kebanyakan orang kini cenderung berubah.

Atas nama menjaga kesehatan, mereka cenderung memilih bertransaksi online. Hal ini terutama untuk mengurangi kontak sosial yang berpotensi menularkan virus yang belum ada vaksinnya.

Menurut Irshad, industri yang akan berkembang pesat di era dan setelah pandemi COVID-19 adalah e-commerce. Akses pasar terbuka lebih luas. Dia mencontohkan tren yang terjadi di Uni Emirates Arab.

Transaksi e-commerce untuk produk FMCG (produk konsumen seperti peralatan mandi, kosmetik, deterjen, dsb.), fashion, elektronik, pakaian dan aksesoris wanita dalam beberapa bulan terakhir meningkat 4-5 kali.

“COVID-19 telah mengakselarsi transformasi digital hampir di semua bidang. Itulah perlunya beradaptasi sedini mungkin,” imbuhnya.

 

 

 

Rin Hindryati