Optimisme Kopi Indonesia Menerjang Pasar Nordik

Bagas Hapsoro, moderator dalam pertemuan tersebut ( Foto: Fajar/ Kedubes Swedia)

JAKARTA, bisniswisata.co.id:  Kopi Indonesia adalah salah satu yang terbaik di dunia. Meskipun terdapat kopi jenis Geisha Panama, Blue Mountain, dan sebagainya. Tetapi Indonesia lebih kaya,” kata Syafrudin, Ketua Coffee Speciality Association of Indonesia (SCAI)

Berbicara dalam pertemuan virtual yang diselenggarakan Kemlu RI, Selasa sore (29/9), Syafrudin mengatakan banyak daerah yang memproduksi dengan ciri khasnya masing-masing dan kopi banyak disukai wisarawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh para penggiat kopi, wakil pemerintah, asosiasi, barista, dan pengamat kopi baik dari Indonesia dan Swedia, terlihat antusiasme untuk bekerjasama dan saling memberikan info ketika potensi speciality coffee itu besar. Bertindak selaku moderator dalam pertemuan tersebut adalah Dubes RI untuk Swedia dan Latvia 2016-2020, Bagas Hapsoro.

Mengawali pertemuan, mantan Dubes RI di Azerbaijan, Prayono Atiyanto, menyatakan bahwa fokus kepada specialty coffee harus menjadi prioritas. ”Saya perlu menekankan bahwa kita menitik beratkan kepada hasil yang spesifik. Bahan yang sudah ada kita garap secara maksimal dan konsisten”, ujar Prayono. ”

Menurut dia, sahabat kopi Indonesia harus menggarap hal ini dengan serius, karena mampu menciptakan value-added yang sangat besar dengan kapasitas produksi yang tidak besar, tambahnya dalam rilis yang bisniswisata.co.id terima dari Kedubes RI di Swedia, hari ini.

Sependapat dengan Prayono, Ketua SCAI, A. Syafrudin menyampaikan bahwa sebagai bahan public outreach kepada masyarakat, khususnya millenial, specialty coffee adalah kopi yang mempunyai kualitas tinggi, baik rasa maupun aroma dengan standar ukur cupping test dan tentunya diproses dengan ketentuan khusus.

Menurut Syafrudin kopi ini adalah kopi yang dinilai oleh Q-Grader tersertifikasi yang mampu memenuhi kriteria kelas specialty mengacu pada Specialty Coffee Association (SCA), dari segi kualitas fisik dan kualitas rasa.

“Terdapat tiga kelas dalam kualitas fisik, yaitu Specialty Grade, Premium Grade, dan Exchange Grade. Untuk kualitas rasa, kopi dapat dibilang specialty jika mendapatkan nilai di atas 80 melalui proses cupping” ujar Syafrudin.

Ditambahkan oleh Wakil Ketua SCAI, Daroe Handoyo, bahwa seyogyanya pengusaha kopi Indonesia tidak saja menekankan pada produksi tetapi juga ”narasi” kopi.

Sejarah dan kisah dibalik kopi perlu menjadi highlight. Istilah yang dipakai anak muda kiranya dapat mendongkrak popularitas kopi. Misalnya ”Do Good for the people”.

Ini dimaksudkan bahwa minum kopi adalah untuk menaikkan kesejahteraan petani. Juga istilah “Do Good for the Earth”, tentunya adalah harus memperhatikan kelestarian alam.

Bertindak sebagai pembicara terakhir adalah Budhaman Sutedja, seorang barista, cup taster dan green bean sourcer yang memulai bisnis kopinya di Swedia sejak tahun 2003. Disampaikan bahwa orang Swedia dan orang Nordik lainnya minum kopi spesialiti karena kualitas dan transparansinya.

Selalu terdapat kejelasan yang mengatakan dari mana kopi itu berasal. Hal yang selalu menjadi kesulitan bagi kopi Indonesia adalah pasokannya. ”Kita kadang-kadang bingung tidak ada keajegan mengenai supply”, keluh Budhaman.

Saran Budhaman berikutnya adalah perlunya himbauan kepada para diaspora. Untuk memperluas branding kopi Indonesia secara mancanegara, peran serta retailer café Indonesia sangat penting. Sebab, di tangan merekalah brand dan kualitas kopi Indonesia semakin dikenal oleh masyarakat global.

Hadir pula dalam pertemuan tersebut adalah para dubes designate untuk Nordik, khususnya Dubes RI untuk Swedia, Denmark, dan Finlandia yang menyatakan komitmennya untuk meningkatkan kerjasama untuk merebut pasar kopi spesialiti di Nordik.

Dubes RI untuk Swedia (designate), Kamapradipta Isnomo menyampaikan bahwa Swedia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat konsumsi kopi tertinggi di dunia. Berdasarkan data International Coffee Organization (ICO) tahun 2017, Swedia menempati peringkat ke-6 tertinggi dengan tingkat konsumsi rata-rata sebesar 8,2 kg per kapita.

Kelima negara tertinggi adalah Finlandia (12 kg), Norwegia (9,9 kg), Islandia (9 kg), Denmark (8,7 kg), dan Belanda (8,4 kg). “Indonesia adalah salah satu penghasil dan pengekspor kopi terbesar di dunia, terdapat peluang untuk menggarap pasar Swedia dalam rangka peningkatan nilai ekspor dan promosi beragam kopi Indonesia kepada masyarakat Swedia” ujar Kamapradipta.

Dubes RI untuk Denmark (designate), Dewi S. Wahab sependapat dengan Kamapradipta seraya menambahkan bahwa keamanan makanan merupakan salah satu persyaratan tambahan yang penting bagi produk kopi yang akan memasuki pasar Uni Eropa, termasuk pencegahan terhadap kontaminasi.

“Dalam hal persyaratan khusus, skema sertifikasi semakin mengikuti tren menuju ethical consumption. Meskipun demikian, kualitas kopi yang tinggi tetap merupakan penentu paling penting dalam pasar kopi specialty” ujar Dewi.

Sejalan dengan keduanya, Dubes RI untuk Finlandia (designate), Ratu Silvy Gayatri menyatakan bahwa kita patut bangga dengan kopi Indonesia yang telah mendunia. Banyak orang di luar negeri yang bisa menikmati kopi Indonesia, bahkan mampu merubah budaya minum teh di RRC.

“Hanya yang perlu menjadi perhatian adalah pasar Eropa. Kita perlu hati-hati dengan isu moral seperti, perlindungan lingkungan, anti penyiksaan terhadap binatang, dan upah petani yang perlu penyesuaian. Untuk itu, Indonesia perlu memonitor regulasi Komisi Eropa” ujar Silvy.

Kebijakan baru Komisi Eropa yang akan diberlakukan 13 November 2020 perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, kalangan asosiasi dan koperasi tani. Pendek kata, menurut Silvy, Komisi Eropa bersepakat untuk menurunkan batas kandungan residu dari yang mulanya 0,05 mg/kg produk menjadi 0,01 mg/kg.

Perubahan ini dilakukan menyusul temuan soal dampak kesehatan yang ditimbulkan residu tersebut terhadap kemungkinan kerusakan genetika dan saraf pada tubuh konsumen.

Mengenai kopi unggulan Indonesia, Kamapradipta optimis bahwa ekspor kopi Indonesia masih memungkinkan untuk ditingkatkan dengan mempertimbangkan konsumsi kopi masyarakat Indonesia rata-rata 1,2 kg per kapita/tahun atau 300 ribu ton/tahun.

Selain itu, beberapa jenis kopi Indonesia cukup populer di dunia, seperti Kopi Gayo (Aceh), Kopi Preanger (Jabar), Kopi Kintamani (Bali), Kopi Toraja (Sulawesi) hingga Kopi Bejawa (Flores).

Dari berbagai survei konsumen, kopi Indonesia dinilai memiliki rasa tersendiri, di mana iklim tropis membuat produk kopi yang dihasilkan memiliki tingkat keasaman serta aroma yang pas.

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)