GROBOGAN, bisniswisata.co.id: Jumlah dana desa yang dikucurkan Pemprov Jawa Tengah (Jateng), terus melonjak. Tahun 2019, kucuran dana desa mencapai Rp7,8 triliun atau naik 17,80% dibanding 2018 sebesar Rp6,7 triliun. Bahkan, titik konsentrasi penggunaan dana desa adalah pemberdayaan desa. Salah satu penerima dana desa adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Gubug, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan.
BUMDes di desa Gubug ini, memanfaatkaan dana desa untuk menghidupkan perekonomian warga desa yang berjumlah 10.232 jiwa. Salah satu usaha yang cukup laris dari Desa Gubug adalah usaha kain batik dan bordiran. “Kami sampai kewalahan melayani pesanan batik, karena jumlah produksi ibu-ibu pembatik tidak sebesar pesanan ysng terus datang,” kata Fathonah (45), pembatik di Grobogan, Senin (26/8/2019).
Fathonah bersyukur hadirnya dana desa bisa mengairahkan kehidupan batik Grobogan, yang sempat lesu akibat kekurangan modal. Dengan kucuran ini para pembatik bisa melayani pesanan terutama dari aturan di Pemkab Grobogan agar pejabat maupun PNS setempat menggunakan batik dimulai dari hari kamis
Grobogan sudah memulai membudayakan batik pada eranya waktu itu sekitar tahun 1938. Berbagai motif batik telah diperkenalkan. Tidak jarang batik-batik dari grobogan ini diikutsertakan dalam berbagai ajang kompetisi. Varian motifnya membuat ciri khas yang membedakan dari batik asal daerah lainnya
Motif yang diangkat sangat unik. Tanaman merupakan salah satu motif yang diangkat pengrajin batik Grobogan. Motif Tanaman yang mewarnai corak batik dari kota dele ini seringkali menjadi pertanyaan tersendiri dibenak orang yang belum tahu seluk beluk Grobogan. Motif yang sangat populer adalah “Pring Sedapur” yaitu motif rumpun bambu.
Selain menggambarkan Grobogan sebagai Lumbung pangan melalui motif tanaman, Batik Grobogan juga mengangkat corak batik yang menggambarkan tempat-tempat bersejarah seperti motif Api Mrapen Abadi, Bledug Kuwu, Kedung Ombo dan lainnya.
Keunikan lainnya terdapat dari teknik dan bahan pilihan yang digunakan dalam proses produksi batik. Pengrajin batik disana biasanya membuat produksi batik tulis dalam membatik. Kain primisima dan pewarnaan dengan pencelupan remasol menjadi salah satu bahan pilihan pengrajin. Hasil yang baik dengan kualitas yang bagus tercermin dari ketelitian dan keuletan para pengrajin Grobogan,
Kepala Desa Gubug Hadi Santoso mengatakan dana desa yang diperoleh setiap tahunnya ini berhasil memandirikan kaum wanita. Sebab dengan ketrampilan yang ada dan disokong dari dana desa pada awalnya kini mereka berpenghasilan cukup untuk membantu ekonomi keluarga. Selama ini mereka mengandalkan penghasilan suami.
Dengan dana desa, selain untuk pembinaan dan pelatihan ketrampilan, juga dibelikan berbagai peralatan seperti alat batik, mesin jahit dan lainnya. Untuk menunjang usaha para warga desa, dibangun balai serba guna untuk berbagai kegiatan cukup presentatif. Balai serba guna ini juga dijadikan tempat usaha jual beli alat kantor, foto kopi dan usaha konveksi yang ditangani ibu-ibu PKK. “Dibentuk BUMDes untuk menggerakkan roda bisnis ini dan hasilnya kini para wanita mandiri secara ekonomi,” lanjut Hadi seperti dilansir Medcom.
Bupati Grobogan, Sri Sumarni menyambut positif usaha para wanita desa dengan mengembangkan perekonomian desa. Sri menyebutkan dana desa Grobogan mencapai Rp289 miliar yang dikucurkan mulai 2019 ini. Dana desa ini ditujukan untuk pemberdayaan perekonomian warga. Kini hasilnya mulai terlihat dengan semakin menggeliatnya perekonomian desa.
“Jika tahun-tahun lalu banyak digunakan pembangunan infrastruktur desa dengan program padat karya tunai (PKT) seperti pembangunan jalan, jembatan, talud dan lainnya. Kini lebih pada pemberdayaan ekonomi rakyat,” ujar Sri Sumarni.
Berbagai kegiatan ekonomi rakyat, lanjutnya, tumbuh dengan baik sesuai potensi yang ada di masing-masing desa. Untuk menjalankan roda usaha maka didirikan BUMDes yang menggarap potensi tersebut seperti usaha pertanian, bisnis, desa wisata, ketrampilan dan lainnya. (NDY)