INTERNATIONAL

7 Januari 2019, Jepang Berlakukan Pajak "Sayonara"

TOKYO, bisniswisata.co.id: Jepang mulai menarik retribusi senilai 1.000 yen (Rp135 ribu) bagi setiap wisatawan asing maupun warga negara Jepang yang meninggalkan negara dengan sebutan “Matahari Terbit”, pada Senin, 7 Januari 2019.

Menurut laporan The Japan Times, Kamis (3/1/2019), pemerintah mulai menarik pungutan pajak untuk setiap orang yang meninggalkan Jepang dengan pesawat terbang atau kapal tanpa memandang kewarganegaraannya. Artinya, turis asing maupun warga negara Jepang yang hendak melakukan kunjungan ke luar negeri dikenai kewajiban yang disebut pajak “Sayonara” ini.

Berdasarkan undang-undang yang ditetapkan sejak April 2018, retribusi dihitung setiap seseorang melakukan perjalanan ke luar Jepang. Biaya retribusi akan ditambah ke tiket pesawat, kapal, atau biaya perjalanan lainnya.

Meski berlaku untuk setiap kepergian dari Jepang, aturan ini tidak berlaku bagi wisatawan asing yang hanya transit di Jepang selama kurang dari 24 jam dan anak-anak di bawah 2 tahun. Selain itu, tiket kepergian yang dibeli sebelum 7 Januari juga dibebaskan dari kewajiban retribusi.

Dalam laporannya, pendapatan pajak tersebut akan dimanfaatkan pemerintah Jepang untuk mengakomodasi wisatawan asing yang lebih banyak, pengembangan turisme, dan peningkatan prosedur imigrasi.

Secara spesifik, pendapatan dari retribusi akan digunakan untuk membuat gerbang pengenal (scan) wajah di bandara sehingga proses imigrasi menjadi lebih cepat. Pemerintah juga berencana mengalokasikan pendapatan untuk membuat papan informasi multibahasa dan memperkenalkan lebih banyak terminal pembayaran transportasi umum nontunai.

Jumlah pengunjung ke Jepang telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2018, jumlah kunjungan ke Jepang mencapai 30 juta untuk pertama kalinya. Pemerintah Jepang juga menargetkan peningkatan kunjungan asing menjadi 40 juta orang pada 2020 ketika Jepang menjadi tuan rumah Olimpiade musim panas.

Disisi lain, Jepang juga serius menggaet turis Muslim dunia. Gelombang kuat wisatawan Muslim dari berbagai negara membuat pengusaha di negeri Matahari Terbit, berupaya menyajikan restoran halal dan hotel sesuai syariat Islam.

Sejumlah pengusaha mendirikan hotel ramah Muslim memenuhi kebutuhan wisatawan Islam, termasuk di kaki Gunung Fuji. Selain itu, bandara internasional di Jepang juga memiliki mushala dan menyediakan restoran yang menawarkan makanan halal. Saat ini, Negeri Matahari Terbit itu merencanakan pembuatan bandara di Jepang yang lebih ramah wisatawan Muslim.

Desember 2018, Jepang menggelar peragaan busana pertama bagi Muslimah. Acara itu diadakan bersamaan dengan kegiatan Halal Expo Jepang di Tokyo. Sekitar 10 merek, terutama dari Singapura, memamerkan karya-karyanya dalam pameran tersebut.

Berkat peran media sosial dan tarif perjalanan udara yang murah dari Asia Tenggara, Jepang mampu merayu wisatawan Muslim untuk plesiran ke negara yang masyhur dengan bunga sakura itu. Pada 2017, hampir 360 ribu turis Indonesia mengunjungi negara itu. Jumlah tersebut naik dari hanya 80 ribu pada 2010.

Saat ini, sejumlah hotel di negara itu memasang tanda arah kiblat di setiap kamar. Semua makanan Jepang disiapkan di dapur mengantongi sertifikat halal. Sejumlah hotel juga dinyatakan bebas alkohol.

Sektor pariwisata Jepang terbukti menjuarai pasar perjalanan Muslim global. Hal itu terlihat dari perubahan besar dalam 10 tahun terakhir. Organisasi Pariwisata Dunia menyebut Asia adalah pasar dunia yang paling banyak dikunjungi pada 2017 setelah Eropa. Penggerak utamanya adalah prevalensi teknologi seluler, akses internet di seluruh Asia, dan generasi milenial.

Tidak sedikit Muslimah yang mulai melakukan perjalanan wisata sendiri. Media sosial memang memacu minat generasi milenial Muslim dalam perjalanan. Apalagi, promo maskapai penerbangan murah membuat orang Asia Tenggara semakin terinspirasi melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang lebih ramah dan mudah diakses. (EP)

Endy Poerwanto