Tol Pisahkan Tape Singkong dari Fans Setianya

KARAWANG, bisniswisata.co.id: “Dulu sebelum ada Jalan Tol Cipali, saya nggak bisa main hape karena sibuk melayani pembeli, sekarang bisa jualan sambil santai, sambil main hape,” kata Winda yang sudah berjualan tape singkong selama delapan tahun di jalur Pantura.

Jalur Pantura yang melintasi Desa Pangulah Baru di Kabupaten Karawang, jelang mudik Lebaran cukup ramai dilewati para pemudik yang hanya menggunakan sepeda motor dan sebagian kecil mobil pribadi. Di samping jalan berjejer toko-toko sederhana yang menjual tape singkong dan makanan khas daerah lainnya.

Tape singkong yang digantung di dalam etalase sederhana nampak murung menanti pembeli datang. Pasalnya para pemudik hanya melirik tape singkong sambil memacu kendaraannya menuju kampung halaman. Sore itu memang hanya nampak satu sepeda motor dan satu mobil berhenti di depan penjual tape singkong yang berjejer di sepanjang jalan.

Para penjual tape singkong di pinggir jalan hanya duduk santai, sambil memperhatikan para pemudik yang lalu lalang melintasi jalur Pantura. Tukang parkir pun tidak dibuat sibuk pada sore itu, sama murungnya dengan tape singkong yang sudah lama tidak ditawar pembeli. Kondisi ini terjadi saat jalan tol dilintasi pemudik. Tape singkong pun ditingalkan fans setianya.

Sebelum ada tol, kuliner terbuat dari singkong ini selalu menjadi teman setia para pemudik untuk oleh-oleh. Karena harganya sangat murah meriah, mudah dibawa dan rasanya yang nikmat untuk dimakan, atau dicampur dengan air panas menjadi minuman pelepas dahaga.

Seorang penjual tape singkong, Winda (30 tahun) menceritakan, penghasilan penjual tape pernah mengalami masa keemasan saat Jalan Tol Cikampek – Palimanan (Cipali) belum ada. Saat musim arus mudik dimulai langsung banyak pembeli, penghasilan setia harinya pun lumayan besar.

“Dulu sehari bisa menang uang rada gede (cukup besar), sekarang mah sudah tidak mungkin dapat uang besar, jadi turunnya, sudah parah banget sih,” kata Winda dengan ekspresi wajah dan nada mengeluh seperti dilansir laman Republika, Jumat (07/06/2019).

Adanya Jalan Tol Cipali membuat penghasilan Winda menurun 50 persen pada puncak arus mudik. Hari-hari biasa penghasilannya bisa menurun drastis di bawah 50 persen. Bahkan toko keduanya di seberang jalan digembok rapat, bangkrut karena jalannya menjadi jalur mati yang jarang dilewati pengendara.

Dulu sebelum ada Jalan Tol Cipali, Winda menuturkan, sepekan sebelum Idul Fitri tape singkong yang dipajang di tokonya sudah banyak dibeli pemudik. Dia bisa meraup keuntungan kotor sebesar Rp 7 juta dalam waktu sehari semalam. Kini Winda hanya bisa mendapat keuntungan kotor sebesar Rp 2,5 juta, itu pun hanya di saat puncak arus mudik saja.

“Tidak seperti dulu, sekarang pemudik hanya membeli tepe singkong, sementara kue-kue dan makanan khas lain seperti wajik, keripik pisang, goreng tempe dan lainnya hanya menjadi hiasan toko saja, tidak ada yang membeli,” ujarnya.

Winda juga menyampaikan pada musim mudik tahun ini lebih sedikit pembeli dibanding tahun lalu. Walau nampak lebih banyak pengendara yang melintas jalur Pantura, tapi tidak ada yang mampir untuk membeli tape singkong yang murah.

Hal serupa diungkapkan Asep penjual tape singkong lainnya di jalur Pantura. Asep yang sudah berjualan tape singkong selama sepuluh tahun mengatakan, setelah ada Jalan Tol Cipali penghasilannya menurun sampai 50 persen saat musim arus mudik.

“Sebelum ada Cipali, jalur Pantura selalu macet saat arus mudik dan arus balik, jadi banyak pembeli, banyak yang membeli tape singkong sampai harus menyiapkan stok yang cukup,” ujar Asep sambil duduk santai menunggu pembeli.

Menurunnya jumlah pembeli tape singkong karena pemudik yang menuju Subang dan Indramayu saja lewat jalur Pantura. Sementara pemudik yang menuju Cirebon, Jawa Tengah dan Jawa Timur kebanyakan lebih memilih lewat Jalan Tol Cipali.

Asep juga bercerita pengalaman suka duka berjualan tape singkong di jalur Pantura. Menurut pengalamannya, pembeli yang menggunakan sepeda motor tidak bawel soal harga karena tape singkong cukup murah. Namun pembeli yang menggunakan kendaraan roda empat meski membeli lebih banyak kerap bawel saat menawar harga.

Di samping toko milik Asep, Sarah penjual tape singkong lainnya baru saja melayani seorang pembeli setelah duduk lama menanti pembeli bersama tape singkongnya yang murung. Sarah pun mengungkapkan penjualannya merosot sampai sebesar 50 persen saat musim arus mudik setelah Jalan Tol Cipali beroperasi.

“Dulu sebelum ada jalan tol ramai pisan (banget) pembeli, saya hanya penjaga toko tidak menghitung keuntungan tapi kalau lihat jumlah pembeli rasanya turun sampai 50 persen,” ujarnya dengan lesu.

Senasib dengan Winda, menurut Sarah musim mudik tahun ini sepi pembeli jika dibandingkan dengan musim mudik tahun lalu. Padahal nampak sedikit lebih banyak orang yang melintasi jalur Pantura pada musim mudik tahun ini. Ia berharap beberapa hari kedepan lebih banyak lagi pembeli tape singkong miliknya.

Asep, Sarah, Winda dan penjual tape singkong lainnya senasib, penghasilan mereka terdampak Jalan Tol Cipali. Namun mereka tetap bertahan menjadi penjual tape singkong di jalur Pantura. Kehadiran toko mereka yang menggantung tape singkong di samping jalan menjadi tanda dan memanjakan mata pemudik.

Dengan melihat tape singkong berjejer di pinggir jalan, pemudik langsung tahu bahwa mereka sedang melintasi daerah Karawang. Justru pemudik akan kehilangan tanda dan pemandangan yang biasa dilihatnya saat melintasi jalur Pantura jika tape singkong sudah tidak lagi digantung di pinggir jalan.

Tape singkong di jalur Pantura sebenarnya dibandrol dengan harga yang sangat terjangkau, hanya Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu per kg. Para pedagang tepe singkong berharap usahanya tetap lestari di jalur Pantura agar tetap bisa menjadi bagian dari jalan bersejarah. (NDY)

Endy Poerwanto